DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan masalah................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
A. Pengertian Wakaf................................................................................. 3
B. Macam-Macam Wakaf......................................................................... 4
C. Rukun Dan Syarat Wakaf ................................................................... 4
D.
Dasar-Dasar Hukum Wakaf................................................................. 5
E.
Peninjauan Wakaf................................................................................. 6
F.
Uraian Peninjauan Tanah Wakaf.......................................................... 7
G.
Penadapat Para Ulama Mazhab Tentang Wakaf Tanah....................... 9
H.
Wakaf Menurut KHI............................................................................ 9
BAB III PENUTUP....................................................................................... 12
A. Kesimpulan........................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masyarakat Indonesia, terutama
masyarakat islam sudah lama mengenal lembaga wakaf. Tujuanpokok yang menjadi
common basic idie wakaf sebagai salah lembaga keagamaan islam, bermaksud
sebagai sarana pendukung pengembangan kehidupan keagamaan.[1]
Sejak islam datang ke Indonesia,
peraturan perwakafan diatur menurut hukum agama islam (fiqh). Tata cara
mewakafkan cukum dengan “ikrar” dari “wakif” bahwa dia mewakafkan miliknya,
seperti tanah, sawah, rumah, dan lain-lain untuk kepentingan agama atau masyarakat.
Dengan tidak ada “Kabul”, penerimaan dari pihak yang diberi wakaf.Secara
fiqhiyah lama, menurut kitab kuning dari semua madzhab fiqh, hal tersebut sudah
sah.[2]
Berdasarkan ketentuan yang ada dan
nyata yaitu bahwa Negara kita adalah negera hukum, maka segala sesuau yang
berkaitan dengan hajat hidup orang banyak tidak boleh lepas dari pengesahan
hukum yang otentik agar sesuai dengan tujuan akan sejalan dengan hukum yang
berlaku.
Dalam hal ini, pengaturan wakaf
dijabarkan agar sesuai dengan pengertian wakaf itu sendiri yang merupakan
sumber daya ekonomi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan
kegiatan-kegiatan ekonomi, disamping bersifat keagamaan dan sosial.Artinya
pemanfaatan wakaf tidak hanya sebatas untuk kegiatan-kegiatan keagamaan untuk
pengembangan ekonomi yang bersifat makro, seperti pertanian, perikanan,
peternakan, industry, pertambangan dan lainnya.
Persoalan pengaturan wakaf sudah
tersedia dan diformatkan dengan diadakannya pengaturan mengenai wakaf tanah
milik dalam PP nomor 28 tahun 1977, kemudian disusul dengan pengaturan
perwakafan dalam buku III kompilasi hukum islam (KHI).
Untuk mengoptimalkan fungsi wakaf,
dengan bi-orientasi, yaitu sosial dan ekonomi, Negara dan masyarakat (swasta)
perlu berperan serta.Partisipasi Negara terutama penyediaan fasilitas
(kemudahan) dan pengaturan wakaf yang memberikan dorongan dan motivasi untuk
mengoptimalkan tujuan-tujuan wakaf.Di Indonesia sudah ada peraturan mengenai
perwakafan ini, namun belum dijumpai peraturan perundang-undangan tentang
pemanfaatan tanah wakaf itu untuk tujuan-tujuan ekonomis.[3]
Praktik wakaf yang terjdi dalam
kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien, sehingga
dalam berbagai kasus harta wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya.Keadaan
demikian disebabkan oleh tidak hanya kelalaian atau ketidakmampuan nazhir dalam
mengelola dan mengembangkan benda wakaf, melainkan juga sikap masyarakat yang
kurang peduli atau belum memahami status benda wakaf yang seharusnya dilindungi
untuk kepentingan dan kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi dan
peraturan wakaf.
Dalam adanya ilustrasi itulah, penulis
melakukan riset peninjauan ke lembaga wakaf yaitu kantor urusan agama (KUA)
metro pusat untuk mengetahui pelakanaan wakaf dan praktik wakaf secara
langsung, yang selanjutnya penulis uraikan dalam pembahasan.
B. Rumusan
Masalah
a. Apa pengertian Wakaf,,?
b. Bagaimana
dengan Hukam Wakaf menurut imam mazhab,,?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Wakaf
Pranat
wakaf adalah suatu pranata yang berasal dari hukum islam, oleh karena itu
apabila membicarakan tentang masalah perwakafan pada umumnya dan perwakafan
tanah pada khususnya, tidak mungkin untuk melepaskan diri dair pembicaraan
tentang konsepsi wakaf menurut hukum islam. Akan tetapi dalam hukum islam tidak
ada konsep yang tunggal tentang wakaf ini, karena banyak pendapat yang sangat
beragam.[4]
Kata
wakaf sendiri berasal dari kata kerja “waqata (fiil madi)-yaqifu (fill mudari)-
wazfan (isim masdar) yang berarti berhenti atau berdiri.[5]Kata
wakaf sendiri berasal dari kata kerja “waqata (fiil madi)-yaqifu (fill mudari)-
wazfan (isim masdar) yang berarti berhenti atau berdiri.[6]Adapun
menurut istilah wakaf berarti berhenti atau menahan yang dapat diambil
manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT.[7]
Dengan
demikian yang dimaksud dengan wakaf adalah menyediakan suatu harta benda yang
dipergunakan hasilnya untuk kemaslahatan umum.[8] Sehingga berbeda pula dalam
memandang hakikat wakaf itu sendiri, berbagai pandangan tentang wakaf menurut
istilah sebagai berikut.
1. Menurut
Abu Hanifah:
Wakaf adalah menahan suatu banda
yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya
untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilik harta wakaf tidak lepas
dari wakif, bahkan dia di benarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya.
Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya.
Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaatnya”. Karna itu
mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah: “tidak melakukan suatu tindakan atas
suatu benda, yang bersetatus tetap sebagai hak milik. Dengan menyedekahkan
manfaatnya kepda suatu pihak kebijakan (sosial) baik sekrang maupun akan
datang.
2. Menurut
Mazhab maliki:
Bahwa wakaf itu tidak melepaskan
harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah
wakif melakukan tindakan yang dapat melepas kepemilikanya atas harta tersebut
kepada yang lain dan wakif berkewajiban
menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik lagi wakafnya. Dengan
kata lain, pemilik harta menhan benda itu pengunaan secra pemilikan, tetapi
membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat
benda secara wajar sedang benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan
itu berlaku kepda suatu masa tertentu, dan karnanya tidak boleh disyaratkan
sebagai wakaf kekal (selamanya).
3. Menurut
Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal:
Bahwa wakaf adalah melepaskan
harta yang di wakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurnanya prosudur
perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang di
wakafkan, seperti: perlakukan pemilik dengan cara pemilikanya kepada yang lain,
baik dalam tukaran atau tidak. Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut
tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Karna Mazhab Safi’i mendefinisikan wakaf adalah:
“tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang bersetatus sebagai milik
Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).
B.
Macam-Macam Wakaf:
- Wakaf
Ahli (wakaf keluarga atau wakaf khusus) : wakaf yg tujuan peruntukannya
ditujukan kpd orang-orang tertentu
atau di lingkungan keluarganya.
Misalnya seseorang mewakafkan buku-bukunya kepada anak-anaknya diteruskan
kpd cucu-cucunya saja anyg dapat menggunakannya.
- Wakaf
Khairi atau wakaf umum: wakaf yang tujuan peruntukannya sejak semula
ditujkan untuk kepentingan umum (orang banyak)
C.
Rukun Dan Syarat Wakaf
Dalam perspektif fikih, dan
wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syarat yang harus dipenuhi 4 (empat) rukun atau unsur wakaf,[9] yaitu:
- Wakif (orang yang
berwakaf), sebagai subjek wakaf;
- Mauquf bih (benda yang
diwakafkan), sebagai objek wakaf;
- Mauquf alaih (orang atau
objek yang diberi wakaf)
- Sighat wakaf.
D.
Dasar-Dasar Hukum Wakaf
Al-quran
dan Al-hadist adalah sumber mutlak dasar hukum wakaf. Adapun ayat-ayat al-quran
yang berhubungan dengan perintah melaksanakan wakaf sebagai dasar hukum wakaf,
yaitu :[10]
1. Surat al-baqarah ayat
267
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ
مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا
الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
2. Surat ali-imran ayat
92
“kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum kami
menafkahkan sebagian harta yang kami cintai”.
3. Surat an-nahl ayat
(97)
“barang
siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik”.
Adapun
hadist yang berhubungan dengan perintah malaksanakan wakaf, yaitu :[11]
1. Rasullah saw bersabda
“sesungguhnya sebagian
amalan dan kebaikan orang yang beriman yang dapat mengikutinya sesudah ia
meninggalkan ialah ilmu yang disebar luaskan. Anak saleh yang ditinggalkan,
al-quran yang diwariskan, masjid yang didirikan, rumah yang dibangun untuk
musafir, sungai yang ia alirkan, atau sedekahkan dikeluarkan dari harta
bendanya pada waktu ia masih sehat atau hidup. Sedekah ini juga dapat
menyusulnya sesuah orang tersebut meninggal”.[12]
(HR. ibnu majah)
2. Rasullullah saw
bersabda :
“telah berkata umar kepada
nabi saw; sesungguhnya saya mempunyai seratus saham di khaibar, belum pernah
saya mempunyai harta yang lebih saya kasihi daripada itu, sesungguhnya saya
bermaksud menyedekahkannya. Jawab nabi saw, engkau tahan asalnya dan
sedekahkanlah buahnya”. (HR. Nasai dan ibnu majah)
E.
Peninjauan Wakaf
Peninjauan
wakaf dilaksanakan di kantor urusan agama (KUA) metro pusat. Dalam peninjauan
tersebut ditujukan pada arsip-arsip ataupun dokumen-dokumen wakaf yang
terkait.Selain itu peninjauan ditujukan pada data-data yang terpanjang pada
dinding.Setelah itu dilakukan peninjauan ke lokasi wakaf atau observasi
langsung ke lapangan.
Dalam hal
ini, peninjauan wakaf menggunakan metode documenter dan observasi dari
dokumen-dokumen diambil tiga tempat sebagai lokasi peninjauan yaitu :
1) Tanah wakaf di desa
metro
Kecamatan metro pusat
kabupaten kota metro dari waqif H. yusfid, A.n Yuer nita, SE yang lebih
jelasnya bisa dilihat pada lampiran.
2) Tanah
wakaf di desa hadimulyo timur, kecamatan metro pusat, kabupaten kota metro dari
wakif sujarwoto, yang lebih jalasnya bisa dilihat pada lampiran.
3) Tanah
wakaf di desa hadimulyo timur, kecamatan metro pusat, kabupaten kota metro,
dari waqif tijah, yang lebih jelasnya bisa dilihat pada lampiran.
Pada peninjauan tanah wakaf tersebut ditujukan pada khususnya nadzir
sebagai penanggung jawab atas tanah wakaf, tentang bagaimana kondisi tanah
wakaf tersebut, bagaimana kondisi tanah wakaf tersebut bagaimana pengolahannya
apa ada persoalan dalam tanah wakaf tersebut dan sebagainya.
Unutk
itulah dilakukan peninjauan ke lokasi agar diketahui kejelasan tanah wakaf tersebut.
F.
Uraian Peninjauan Tanah
Wakaf
Tanah yang diwakafkan
disyaratkan terbebas dari pembebanan, terbebas dari ikatan, terbebas darin
sitaan, serta terbebas pula dari perkara. Dalam pelaksanaan wakaf tanah ini di
tentukan pula bahwa pihak yang berwakaf diharuskan melakukan ikrar wakaf di depan
pejabat pembuat akta Ikrar wakaf (PPAIW), ketika mengucapkan Ikrar wakaf, Waqif
haruslah menyerahkan ertifikat hak milik atau bukti pemilikan tanah yang akan
diwakafkan, dan mempunyai surat keterangan dari kepala desa yang diperkuatkan
oleh kepala kecamatan setempat yang menerangkan kepemilikan tanah dan tidak
tersangkut sengketa, surat pendaftaran tanah, surat izin dari
bupati/walikotamadnya kepala daerah tingkat II cq. Kepala sub Direktorat
Agrarai setempat.[13]
Dalam Peninjauan tanah
wakaf dari tiga tempat lokasi yang diambil sebagai observasi dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Tanah wakaf dari H.
yusuf A.n yuer nita, SE untuk gedung taman kanak-kanak aisyiyah.
Dari observasi dan dilakukan wawancara
terhadap nadzir yaitu Maryam, a.n pimpinan aisyiyah metro, bahwa benar tanah
tersebut adalah tanah wkaaf dari H. yusfid, di wakafkan sebagai gedung tanam
kanak-kanak aisyiyah. Dari peninjauan wawasan didapat bahwa tanah wakaf
tersebut berada di bawah naungan lembaga muhammadiyah, sehingganya semuanya
lembaga yang mengatur. Tanah wakaf tersebut sangat produktif dalam dunia
pendidikan islam. Dalam hal dari pengolahan, kepegawaian dan
kepentingan-kepentingan yang terkait dengan tanah wakaf tersebut diolah dan
diatur oleh lembaga muhammadiyah.Tanah wakaf tersebut tidak terdapat kendala
ataupun masalah apapun, sehingga tanah wakaf tersebut sesuai dengan tujuan
wakaf yaitu untuk kemaslahatan umum atau pendidikan.
Jadi
tanah wakaf tersebut berada pada naungan badan hukum yaitu muhammdiyah. Hal ini
sesuai dengan kompilasi hukum islam (KHI) tentang perwakafan pasal 216 perihal
fungsi wakaf yaitu mengekalkan manfaat benda wakaf ini produktif dalam dunia
pendidikan islam.
2. Tanah wakaf dari
sujarwato, untuk pembuatan, masjid
Dalam
hasil observasi yang dilakukan didapat bahwa benar itu tenah wakaf dari
sujarwoto oleh nadzir hariyadi.Dalam wawancara didapat penjelasan pada awalnya
yang diwakafkan hanya berupa tanah.Sedangkan bangunan masjidnya itu adalah
hasil dari donator dan infak-infak baitul mal. Masalah penerangannya, sedangkan
nadzir tidak mendapat gaji ataupun upah, nadzir hanya sebagai tempat ibadah
guna kemaslahatan umat islam. Dan tidak ada permasalahan dalam tanah wakaf
tersebut dan sudah memiliki sertifikat milik mutlak masjid.
3. Tanah wakaf dari
tijah, untuk pembuatan masjid /mushola
Dalam hasil observasi yang dilakukan
didapat bahwa benar itu tanah wakaf dari tijah oleh nadzir sujarwoto.Dalam
wawancara diperoleh penjelasan bahwa tanah wakaf tersebut masih kosong belum
ada banguna yang diinginkan.Hal ini dikarenakan didekat tanah wakaf sudah
terdapat masjid.Namun masih dilakukan upaya tukar guling tanah yang berhimpit
dengan tanah masjid dengan tanah wakaf, agar masjid lebih luas dan besar dengan
adanya tukar guling tanah tersebut.Dalam hal ini didapatkan bahwa tanah wakaf
belum optimal seperti tujuan wakaf dan keinginan wakif, dan tanah wakaf ini
tidak ada permasalahan.
G. Penadapat
Para Ulama Mazhab Tentang Wakaf Tanah
Para ulama mazhab juga sepakat
tentang kebolehan wakaf dengan barang-barang yang tidak bergerak, misalnya
tanah, rumah dan kebun[14].
Mereka juga sepakat, kecuali Hanafi tentang sah wakaf dengan barang-barang
bergerak, seperti binatang dan sumber pangan, manakala pemanfaatanya bisa di
perroleh tanpa menghabiskan barang itu sendiri.
Selanjutnya para ulama mazhab
sepakat tetang pula keabsahan mewakafkan sesuatu dengan ukuran yang berlaku di
masyarakat. Misalnya Sepertiga separuh, dan seperempat, kecuali pada masjid dan
kuburan. Sebab kedua benda yang disebut belakangan ini tidak bisa dijadikan
kongsi.[15]
(lihat ‘Allamah Al-Hilli, Al-Tadzkirah, Al-Sya’rani, Mizan, Muhammad
Salam Madkur, Al-Waqf).
H. Wakaf
Menurut KHI
Pengertian wakaf dirumuskan dlm ketentuan Pasal 215
ayat (1) KHI: “Wakaf adalah perbuatan
hukum seseorang atau
kelompok orang atau
badan hukum yang memisahkan sebagian
dari benda miliknya
dan melembagakannya untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadat
atau kerpeluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam”[16]. Benda milik yang
diwakafkan tidak hanya benda tidak bergerak (benda tetap), tetapi juga dapat
benda bergerak asalkan benda yang bersangkutan memilik daya tahan yang tidak
hanya sekali pakai dan bernilai.
Ketentuan Pasal 215 ayat (4): “Benda wakaf adalah segala benda baik benda
bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali
pakai dan bernilai menurut ajaran Islam“. Karna Fungsi
wakaf disebutkan dalam Pasal 216 KHI: “Fungsi wakaf adalah mengekalkan
manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf”. Dengan demikian, fungsi wakaf di sini bukan semata-mata mengekalkan objek wakaf,
melainkan mengekalkan manfaat benda wakaf.
Unsur-usur dan Syarat-syarat Wakaf
Dalam KHI untuk adanya wakaf harus terpenuhi 4 unsur:
1.
Adanya orang yang berwakaf (wakif);
2.
Adanya benda yang diwakafkan (mauquf bih);
3.
Adanya penerima wakaf (sebagai subjek wakaf:nazhir).
4.
Adanya ‘aqad atau lafaz atau pernyataan penyerahan wakaf.
Ketentuan dalam Pasal 215 ayat (2) KHI, bahwa yg menjadi subjek
wakaf (wakif): “Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang
mewakafkan benda miliknya”
Adapun syarat-syarat sebagai wakif diatur dalam Pasal 217 ayat (1) dan
(2):
1)
Badan-badan Hukum Indonesia
dan orang atau
orang-orang yang telah
dewasa dan sehat akalnya serta
yang oleh hukum
tidak terhalang untuk
melakukan perbuatan hukum,
atas kehendak sendiri dapat
mewakafkan benda miliknya
dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2)
Dalam hal badan-badan
hukum, maka yang
bertindak untuk dan
atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum.
Mengenai benda yang
diwakafkan, menurut Pasal 217 ayat (3): “Benda
wakaf sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 215
ayat (4) harus
merupakan benda milik yang bebas dari segala pembebanan,
ikatan, sitaan dan sengketa”.
Untuk mengelola benda wakaf, maka diadakan nazhir, yg menurut
ketentuan Pasal 215 ayat (5) : Nazhir
adalah kelompok orang
atau badan hukum
yang diserahi tugas
pemeliharaan dan pengurusan
benda wakaf.
Adapun nazhir perseorangan harus
memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam
Pasal 219 KHi: “Nazhir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 215
ayat (4) terdiri
dari perorangan yang
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a)
warga negara Indonesia;
b)
beragama Islam;
c)
sudah dewasa;
d)
sehat jasmani dan rohani;
e)
tidak berada di bawah pengampuan;
f)
bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya.
Pasal 223 ayat 1-3:
1) Pihak yang
hendak mewakafkah dapat
menyatakan ikrar wakaf
di hadapan Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf.
2)
Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
3)
Pelaksanaan Ikrar,
demikian pula pembuatan
Akta Ikrar Wakaf,
dianggap sah jika
dihadiri dan disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Dalam
Pasal 223 ayat (4) KHI, pihak yg mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada PPAIW, suarat-surat sebagai berikut:
a)
tanda bukti pemilikan harta benda;
b)
jika benda yang
diwakafkan berupa benda
tidak bergerak, maka
harus disertai surat keterangan dari
Kepala Desa, yang
diperkuat oleh Camat
setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak
dimaksud;
c)
surat atau dokumen
tertulis yang merupakan
kelengkapan dari benda
tidak bergerak yang bersangkutan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang
atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda
miliknya dan melambangkannya untuk selama-selamanya guna kepentingan ibadat
atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam.
Fungsi wakaf adalah mengekalkan
manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf. Dasar-dasar hukum wakaf ada
dalam al-quran dan al-hadist jadi wakaf harus sesuai dengan syariat islam.
Para ulama berpedapat bahwa
hukum berwakaf itu di anjurkan oleh agama,sebab padanya merupakan salah satu
bentuk kebajikan. Jadi, salah satu bentuk kebajikan melalui harta benda maupun
uang dengan jalan berwakaf, sebab orang lain akan mendapatkan manfaat dari
harta yang diwakafkan itu.
DAFTAR PUSTAKA
·
Abdurrahman, 1994, Masalah
Perwakafan Tanah Milik Dan Kedudukan Tanah Wakaf Di Negara Kita, Bandung:
Citra Aditya Bakti
·
Abdoeranet, 1986, Al-Quran
Dan Ilmu Hukum; Sebuat Studi Perbandingan, Jakarta; Badan Bintang
·
Al-Alabij Adijani, 1987, Perwakafan Tanah Di Indonesia Dan Teori Dan Praktek, Banjarmasin:
Stihsa
·
Alie Umransyah,1987,Diktat
Tentang Hibah, Wasiat Dan Wakaf, Banjarmasin: Stihsa
·
Azhar Basyir Ahmad, 1987, Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah Dan Syirkah, Jakarta: Al-Ma’arif
·
Djatnika Rachmat,
1992, Wakaf Dan Masyarakat Serta Aplikasinya
(Aspek-Aspek Fundamental), Jakarta: Al-Hikmah
·
Kantor Urusan Agama (Kua) Metro Pusat Dokumen Wakaf 2012
·
Tahir AzhariM., 1992, Wakaf Dan Sumber Daya Ekonomi, Suatu Pendekatan
Teoritis, Jakarta: Al-Hikmah
·
Usman Rahmadi,
2009, Hukum Perwakafan Di Indonesia,
Jakarta: Sinar Grafika
·
Yusuf Harahap M., 1992,Persentuhan Hukum Adat Dan Pewakafan Nasional, Jakarta: Al-Hikmah
·
Nasaruddin
Umar, fiqih wakaf, Jakarta, Direktorat Pembaerdayaan Wakaf Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI. 2007
·
Sumuran Harahap, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. Direktorat Pembaerdayaan Wakaf Direktorat Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI. 2007
·
Helmi
Karim, Fiqih Muamalah, , Jakarta, PT Raja Grafindo Persada. 1997
·
Muahammad
Jawad Mughniyah, fiqih liama mazhab:Ja’far, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambal.
Jakarta, Penerbit Lentera. 2011
·
Syaikh Al-‘Allamah Muhammmad bin Abdurahman Ad-Dimasyqi, Fiqih
Empat Mazhab, bandung , Masyim. 2012
· KompiIslam di Indonesia, Jakarta, Derektorat Pembinaan
Badan Peradilan Agama Islam Derektorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam Departemen Agama R.I. 2001
[1] M.
Yusuf Harahap, Persentuhan Hukum Adat Dan
Pewakafan Nasional, (Jakarta: Al-Hikmah, 1992), H. 18
[2]
Rachmat Djatnika, Wakaf Dan Masyarakat Serta Aplikasinya
(Aspek-Aspek Fundamental), (Jakarta: Al-Hikmah, 1992), H. 7
[3] M.
Tahir Azhari, Wakaf Dan Sumber Daya Ekonomi, Suatu Pendekatan
Teoritis, (Jakarta: Al-Hikmah, 1992), H. 15
[4]
Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah
Milik Dan Kedudukan Tanah Wakaf Di Negara Kita, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1994), H. 15
[5]
Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah Di
Indonesia Dan Teori Dan Praktek, (Banjarmasin: Stihsa, 1987), Hlm. 49
[6]
Umransyah Alie, Diktat Tentang Hibah,
Wasiat Dan Wakaf, (Banjarmasin: Stihsa, 1987), Hlm. 49
[7]
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang
Wakaf, Ijarah Dan Syirkah, (Jakarta: Al-Ma’arif, 1987), H. 5
[8]
Abdoeranet, Al-Quran Dan Ilmu Hukum;
Sebuat Studi Perbandingan, (Jakarta; Badan Bintang, 1986), Hl. 146
[9] Nasaruddin Umar, fiqih wakaf, (Direktorat
Pembaerdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen
Agama RI, jakarta, 2007)H.21
[10]
Rahmadi Usman, Hukum Perwakafan Di
Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), H. 55-56
[11] Sumuran harahap, Paradigma Baru Wakaf di
Indonesia , (Direktorat Pembaerdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam
Departemen Agama RI, jakarta, 2007)H.24
[12]
Kantor Urusan Agama (Kua) Metro Pusat Dokumen Wakaf, 2012
[14] Muahammad Jawad Mughniyah, fiqih liama
mazhab:Ja’far, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambal.(Penerbit Lentera, Jakarta.
2011).H.646
[15] Syaikh Al-‘Allamah Muhammmad bin Abdurahman Ad-Dimasyqi,
Fiqih Empat Mazhab, (Masyim, bandung. 2012).H,289
[16] Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Derektorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam
Derektorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama R.I.
Jakarta. 2001)H. 99
iya cma" gan
BalasHapus