Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang mana berkat rahmat dan karunianya Makalah “Fiqh
Muamalah” ini bisa terselesaikan, meskipun dengan berbagai macam kekurangan
mulai dari pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah serta
maksud dan tujuan hingga pembahasan dan kesimpulan. Untuk itu kritik dan
sarannya sangat diharapkan sehingga ke
depan bisa menjadi lebih baik lagi.
Salah
satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah ialah ijarah
(sewa-menyewa). Ijarah (sewa-menyewa) dalam arti luas bermakna suatu akad yang
berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah
tertentu. Pembahasan mengenai “Hukum sewa yang berakhir dengan kepemilikan”
akan menjadi bahasan yang akan di bahas dalam makalah ini mulai dari pengertian
dan dasar hukumnya hingga syarat dan rukun nya.
Akhirnya
semoga makalah ini bisa bermanfaat dan berguna bagi kita semua, sehingga bisa
menambah wawasan bagi para pembacanya.
Metro, 5 Mei 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bila
dilihat dari realita yang ada, rasanya mustahil manusia bisa hidup berkecukupan
tanpa hidup berijarah (sewa-menyewa) dengan manusia lain. Karena itu, boleh
dikatakan bahwa pada dasarnya ijarah itu adalah salah satu bentuk aktifitas
antara dua pihak yang berakad guna meringankan salah satu pihak atau saling
meringankan, serta termasuk salah satu bentuk tolong-menolong yang diajarkan
agama dan ijarah merupakan salah satu
jalan untuk memenuhi hajat manusia. Untuk itu merupakan suatu ilmu yang
sangat bermanfaat apabila pembahasan dalam makalah ini benar-benar bisa kita
kaji dan pahami untuk menambah
pengetahuan dan wawasan kita semua.
Pembahasan mengenai “Hukum Sewa yang Berakhir
Kepemilikan” akan menjadi bahasan yang akan dibahas dalam makalah ini, mulai
dari pengertian dan dasar-dasar hukumnya hingga syarat dan rukun-rukunnya
dengan harapan pembahasan dalam makalah ini bisa berguna dan bermanfaat bagi
kita semua.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hukum sewa yang
berakhir kepemilikan?
2. Apakah
syarat dan dan rukun sewa yang berakhir kepemilikan?
C.
Maksud dan Tujuan
Salah satu kegiatan manusia dalam lapangan muamalah ialah
ijarah. Sewa-menyewa (ijarah)) sebagaimana perjanjian lainnya, merupakan perjanjian yang
bersifat konsensual (kesepakatan). Perjanjian itu mempunyai kekuatan hukum,
yaitu pada saat sewa-menyewa berlangsung. Apabila akad sudah berlangsung, pihak
yang menyewakan (mu’ajjir) wajib menyerahkan kan barang (ma’jur) kepada penyewa (musta’jir). Pembahasan mengenai “hukum sewa yang berakhir kepemilikan”
akan menjadi bahasan yang akan di bahas dan dijabarkan dalam makalah ini dengan
tujuan kita bisa lebih memahami pembahasan-pembahasan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi, Syarat Dan Rukun Sewa-Menyewa.
1.
Definisi
Sewa-menyewa
dalam bahasa arab diistilahkan dengan al-ijarah.
Menurut pengertian hukum islam, sewa-menyewa diartikan sebagai suatu jenis akad
untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian ( Sayyid Sabiq, 13, 1988:15).
Dari
pengertian diatas terlihat bahwa yang dimaksud sewa-menyewa adalah mengambil manfaat dari suatu benda. Jadi,
dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali. Dengan kata lain, terjadinya
sewa-menyewa, yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang disewakan
tersebut, dalam hal ini dapat berupa manfaat barang seperti kendaraan, rumah
dan manfaat karya.
Di dalam istilah hukum islam, orang yang menyewakan di
sebut mu’ajjir sedangkan orang yang
menyewa disebut musta’jir, benda yang
disewakan diistilahkan ma’jur dan
uang sewa atau imbalan atas pemakaian manfaat barang disebut ajran atau ujrah[1]
2.
Syarat Sewa-Menyewa
1.
Orang yang menyewa dan yang menyewakan disyaratkan :
a)
Baligh (dewasa)
b)
Berakal (orang gila tidak sah melakukan sewa-menyewa)
c)
Dengan kehendak sendiri (tidak dipaksa)
2.
Benda yang disewakan disyaratkan :
a)
Benda itu dapat diambil manfaatnya
b)
Benda itu dikeahui jenisnya, keadaanya, sifatnya, dan jangka waktu
disewakanya
3.
Sewa (upah) harus
diketahui secara jelas kadarnya.
Sewa-menyewa
(ijarah) berakir atau batal jika benda yang disewakan itu rusak/hilang sehingga
tidak dapat diambil manfaatnya Jika rusak disebabkan kecerobohan atau kelalaian penyewa, maka penyewa dapat dituntut ganti
rugi atas kerusakan itu. Sebaliknya jika penyewa sudah memelihara barang sewaan
dengan sebaik-baiknya tetapi benda itu rusak, maka penyawa tidak wajib maka penyewa tidak wajib mengganti. Sewa-menyewa
juga berakhir jika telah habis masa yang dijalankan. Apabila salah satu pihak
meninggal dunia, maka aqad sewa-menyewa tidak batal dan tetap berlaku dan
urusan selanjutnya diteruskan oleh ahli warisnya sampai batas waktu sesuai
dengan pernjanjian itu berakhir, kecuali ditentukan lain dalm perjanjian.
3.
Rukun Sewa-Menyewa
Menurut
ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab dan qabul, antara lain dengan
menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti’jar, al-ikhtira’, dan
al-ikra.
Sedangkan
menurut Ibnu Juzay dalam kitabnya Al-Qowanin Al-Fiqhiyah menerangkan tentang
rukun ijarah, yakni :
وهي جائزة عند الجمهور وأركانها أربعة : (الأول)
المستأجر . (الثاني) الأجير .. ويشترط فيهما ما يشترط في
المتبايعين ويكره أن يؤاجر المسلم نفسه من كافر . (الثالث) الأجرة . (الرابع)
المنفعة ويشترط فيها ما يشترط في الثمن والمثمن على الجملة . وأما على التفصيل
فأما الأجرة ففيها مسألتان .
Artinya:
“Ijarah itu diperbolehkan menurut kesepakatan
para ulama, adapun rukun ijarah yakni:
1. Orang yang menyewa
2. Orang Yang menyewakan. Dan disyaratkan bagi keduanya
sebagaimana disyaratkan dalam transaksi jual beli, dan dimakruhkan orang muslim
menyewakan kepada orang kafir
3. Uang sewa
4. Adanya manfaat dari barang sewa tersebut. Dan disyaratkan
dalam manfaat sebagaimana disyaratkan dalam jual beli tentang harga dan barang
yang dihargai”.[2]
Adapun
menurut jumhur ulama, rukun ijarah ada (4) yaitu sebagai berikut:
1. ‘Aqid
(orang yang akad).
2. Shighat
akad.
3. Ujrah
(upah)
4. Manfaat
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat
diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut:
Transaksi yang disebut dengan al-ijarah al-muntahia bit-tamlik (IMB) adalah sejenis perpaduan
antara kontrak jul beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri
dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa.
untuk sahnya sewa-menyewa, pertama
kali harus dilihat terlebih dahulu orang yang melakukan perjanjian sewa-menyewa
tersebut. Apakah kedua belah pihak telah memenuhi syarat untuk melakukan
perjanjian pada umumnya. Diantara syarat sah sewa-menyewa tersebut adalah
sebagai berikut:
a) masing-masing pihak rela melakukan
perjanjian sewa-menyewa.
b) Harus jelas dan terang mengenai objek
yang diperjanjikan.
c) Objek sewa-menyewa dapat digunakan
sesuai peruntukannya.
d) Objek sewa-menyewa dapat diserahkan
e) Kemanfaatan objek yang diperjanjikan
adalah yang dibolehkan dalam agama.
Menurut ulama
hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab dan qabul, antara lain dengan menggunakan
kalimat: al-ijarah, al-isti’jar,
al-iktira’, dan al-ikra.
Adapun menurut jumhur ulama, rukun
ijarah ada (4) yaitu sebagai berikut:
1.
‘Aqid (orang yang
akad).
2.
Shighat akad.
3.
Ujrah (upah)
4.
Manfaat
DAFTAR
PUSTAKA
Suwardi
K. Lubis, 2004, Hukum Ekonomi Islam,
Sinar Grafika, Jakarta.
www.
blog.uin-malang.ac.id/enasmi/2012/04/21/الإجاره-sewa-menyewa-2
hallo bro, pasang link ane keblogmu ya,Plis. Link kamu udah saya pasang kok ke blog ane!
BalasHapusMari bekerjasama!
infonya bagus,
BalasHapusjoin blog saya ya! http://didiwirawan.blogspot.com
trims !
oke gan tpi kox di uka gx bisa gan
BalasHapusThanks. membantu
BalasHapusintan ych cma"
BalasHapus