KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakaatuh
Alhamdulillah
puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunianya sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas kelompok. Shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, keluarga dan ummatnya yang setya
mengikuti ajarannya.
Makalah
ini dibuat sebagai tugas kelompok mata kuliah TAFSIR AYAT HUKUM KELUARGA II, dalam
penulisan ini masih jauh dari yang diharapakan, maka kritik dan saran dari
pihak lain sangat kami harapakan demi kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan
datang.
Penulis
mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak terutama Ibu Prof. , atas bantuan
informasi dan data yang telah diberikan kepada kami, semoga amal dan ibadah
kita diterima disisi Allah SWT.
Aminn..
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
a. Latar belakang ................................................................................... 1
b. Rumusan masalah............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 2
1.
Sabab
An-Nizul (Sebab Turunnya Ayat)........................................... 2
2.
Tafsir Ayat Dan
Penjelasannya.......................................................... 3
BAB III PENUTUP...................................................................................... 8
a. Kesimpulan......................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 9
BAB
I
PENDAHULUAN
1) Latar Belakang.
Sebagai mana yang telah banyak
orang mengetahui bhwa alquran merupakan sember pokok ajaran islam, oleh karna
itu, umat islam yang baik adalah selalu berusaha menerapkan serta
mengaplikasikan ajaran yang terkandung di dalamnya dalam kehidupan merekah. Maka di dalam Nabi Muhammah SAW selalu
menjelaskan perintah-perintah Allah dan larangan-larangan Allah agar kita tidak
terjerumus dalam kemaksiatan, dalam pembahasan ini kifarat bagi orang yang
merusak ihram haji, Allah telah banyak memberi peringatan kepada manusia ketika
ia akan melaksanakan ibadah haji maupun umrah. Yang sebagai mana telah di
jelaskan dalam ayat al-baqharah ayat 196.
2) Rumusan Masalah.
a) Apa sajakah yang melanggar ihram haji,,,??
b) Hukuman apakah yang akan kita trima ketika melakukan haji
maupun umrah jika kita melanggarnya,,??
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
SABAB AN-NIZUL (SEBAB TURUNNYA AYAT)
(وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلا تَحْلِقُوا
رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا
أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ
فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا
اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي
الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَنْ
لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُوا اللَّهَ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ)
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah.
Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka
(sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu,
sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang
sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya
berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah
(merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di
dalam bulan haji), wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi
jika ia tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa
tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang
kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar
fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar)
Masjidilharam (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. (Al-Baqarah)
ASBABUL-NUZUL
Pada suatu waktu ada seorang laki yang berjubah dengan
memakai wewangian za’faran yang semerbak baunya datang menghadap rasulullah SAW
seraya berkata: “wahai rasulullah, apakah yang harus aku lakukan dalam
melakukan ibadah umrah..?”. sehubungan dengan itu turunlah ayat ke-196 kemudian
rasulullah SAW bersabda: “manakah orang yang bertanya tadi.?”. orang itupun
menjawab: “ Aku, wahai rasulullah”. Selanjutnya rasulullah SAW bersabda:
“tinggalkanlah bajumu, bersihkanlah hidungmu, mandilah dengan sempurna. Kemudian
kerjakanlah apa yang telah bisa kmu lakukan dalam menunaikan ibadah haji”[1].
(HR. Ibnu Abi Hatim dari Shafwan bin Umayyah).
Pada suatu ketika ka’ab bin Ajrah di tanya tentang
firman Allah SWT yang berbunyi: Fa-fid-yatum min shiyaamin au shadaqatin au
nusuk ini, kemudian dia menceritakan, bahwa ketika ia sedang melakukan
umrah merasakan kepayahan, sebab di rambut dan mukanya berjatuhan kutu. Pada
waktu itu Rasulullah SAW melihat penyakit yang ada pada kepala ka’ab bin Ajrah
tersebut. Sehubungan dengan itu maka turunlah ayat ke-196 sebagai ketegasan
tentang penyakit yang menimpa Ka’ab Ajrah itu. Namun demikian ketentuan yang
berlaku untuk umat manusia. Selanjutnya Rasulullah SAW mengajukan pertanyaan
kepada Ka’ab bin Ajrah: “apakah yang kmu punyai, biri-biri atau fid-yah?”,
Ka’ab bin Ajrah menjawab: aku tidak mempunyai biri-biri”. Kemudian Rasulullah
SAW bersabda lagi: “berpuasalah tiga hari atau berikanlah makan kepada enam
fakir yang setiap orangnya setengah sha’ (11/2 liter)
makaan, dan bercukurlah.
(HR. Bukhari
dari Ka’ab bin Ajrah).
Ketika
Rasulullah SAW dan para sahabat berada di Hudaibiyah sedang melakukan ihram,
orang-orang musyrik menghadang dan melarang mereka untuk melkukan ibadah
umrahnya. Salah seorang sahabat Nabi SAW yang bernama Ka’ab bin Ajrah kepalanya
penuh dengan kutu sehingga kutu-kutu itu berjatuhan di mukanya. Ketika
Rasulullah Saw berjalan di depan Ka’ab bin Ajrah beliau melihat keadaan itu dan
kelihatan Ka’ab bin Ajrah sangat menderitadengan penyakit itu. Sehubungan
dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke-196 yang berbunyi: faman kaana
minkum mariidhon au bihi adzam min raksihii fafid-yatum min syiyaamin au
shadaqatin au nusuk= jika ada diantra kamu yang sakit atau ada gangguan di
kepalanya (lalu dia bercukur), maka wajiblah atasnyua berfid-yah, yaitu,
berpuasa atau bersedekah atau berkurban, kemudian Rasululllah
SAW bersabda: “Adakah kutu-kutu itu menggangumu?”. Jawab Ka’ab bin Ajrah: “ya,
mengganggu,”. Maka Rasulullah SAW memerintahkan kepada Ka’ab bin Ajrah untuk
mencukur rambutnya dan membayar fid-yah.
(HR. Ahmad dari
Ka’ab bin Ajrah).
Ketika Rasulullah
SAW dan para sahabatn dalam perjalanan umrah berhenti di Hudaibiyah datanglah
Ka’ab bin Ajrah yang di kepalah dan mukanya berjatuhan kutu. Sebab kala itu
Ka’ab bin Ajrah di kepalanya di serang kutu yang banyak sekali. Dia berkata:
“wahai Rasulullah, kutu-kutu sangat menyakitkan aku”. Sehubungan dengan itu
diturunkanlah ayat ke-196 untuk menberikan penjelasan bahwa orang yang sakit
atau ada ganguan boleh mencukur rambutnya dengan membayar fid-yah. Demikianlah
peraturan bagim seseorang ynag melakukan ibadah haji maupun umrah yang terserang
penyakit atu di timpa sakit.
(HR. Wahidi dari Atha dari Ibnu
Abbas).
Pada suatu
ketika dikala Rasulullah SAW berada di Ji’rana sedang menjalankan ibadah umrah
datang seorang laki-laki mengajukan pertanyaan: wahi Rasulullah, bagaiman kalau
ada seorang melakukan ibadah umrah sedangkan ia memakai jubah dan memakai
wewangian,?” maka Rasulullah SAW terdiam, tidak bisa memberikan jawaban, hinga
sesaat kemudian turunlah wahyu dari sisi Allah SWT, yaitu ayat ke-196.kemudian
Rasulullah SAW bersabda: “siapakah gerangan yang mengajukan pertanyaan tadi?”.
Kemudian lelaki itu menjwab: “saya, wahai Rasulullah”. Maka Rasulullah SAW pun
bersabda: “jubahnya harus dilepas, wewangian yang di pakai harus di basuh, dan
lakukanlah didalam umrahmu sebagai mana kmu melakukan ibadah haji”.
(HR. Bukhari
dan Muslim dari ya’la bin Umayyah).
2.
TAFSIR AYAT DAN
PENJELASANNYA
Haji dan Umrah
merupakan dua ibadah yang disyariatkan dalam agama islam. Yang berdasar ayat di
atas, umrah sebagai mana halnya haji juga wajib dilaksanakan. Kedua ibadah ini
jika dilihat dari segi tempat pelaksanaanya mempunyai kesamaan, yaitu di
kerjakan di mekkah, akan tetapi akan tetapi jika diliat dari segi waktu dan
proses pelaksanaan, keduanya mempunyai pebedaan yang cukup berarti : jika haji
dilaksanakan pada bulan yang telah di tentukan, sedangkan umrah dapat
dilaksanakan kapan saja. Perbedaanya dilihat dari segi rukunnya. Yaitu slaha
satu rukun haji itu terdapat wukuf di padang arafah, sedangkan umrah tidak.
Inilah hal-hal yang termasuk dari rukun haji:
a)
Ihram
serta niat.
b)
Wukuf
di Arafah.
c)
Thawaf
ifadhah.
d)
Sa’i
antara Shafa dan Marwah.
e)
Memotong
rambut (tahalul)
f)
Tertib
yaitu mendahulukan ihram dari semua rukum di atas sehingga beruutan ke bawah.
Ini hal-hal
yang termasuk rukun umrah sebagai berikut:
a)
Ihram
serta niat.
b)
Thawaf.
c)
Sa’i
antara Shafa dan Marwah.
d)
Memotong
rambut (tahalul)
e)
Tertib.
Apabila
seseorang tidak dapat menyempurnakan ibadah haji atau umrah karena ada
halangan, seperti dikempung oleh musuh atau sakit maka dia harus membayar dam
(denda) dengan menyembelih seekor kambing, dan tidak boleh keluar dari ihram
(tahalul) dengan mecukur rambut, sebelum menyembelih kambing di tempat
terhalang tersebut.
(فَاِنْ
اُحْصِرْتُمْ فَمَااسْتَيْسَىرَ مِنَ اْلهَدْيِ)
Pada ayat ini
membicarakan tentang hukum-hukum ibadah haji, untuk itu pada awal ayat ini
Allah menuturkan prihal hukum orng yang mempersempit diri. Bahwa sewaktu
lelakukan ihram, tidak boleh mencukur rambut sebelum korban yang disembelih
sampai ke tempatnya. Akan tetapi hal ini dikecualikan orang yang terserang
penyakit atau kepalahnya terkena luka dan lain sebagainya, maka orang ini di
perbolehkan mencukur rambutnya. Dan sesudah itu ia di wajibkan berpuasa selama
tiga hari atau menyembelih kambing atau memberikan sedekah sebanyak satu faraq(kira-kira enam belas kali satu kali: 617,5 gram, pen.)yang
kemudian di bagikan kepda enam orang fakir miskin[2].
Di antara perbuatan yang dilarang dalam ihram adalah memotong
rambut, baik seseorang itu terhalang ataupun tidak. Akan tetapi, jika ia
terpaksa memotong rambut karna ada gangguan di kepalanya, seperti yang dialami
oleh Ka’ab Bin Ujarah yang telah dijelaskan sabab annuzul di ats maka kepdanya
diwajibkan membayar dam yaitu:
1)
Berpuasa selama tiga hari.
2)
Memberi makan enam orang miskin, masing-masing setengah
gantang (jumlah semuanya lebih kurang 7,5 kg).
3)
Menyembelih seekor binatang ternak berupa kambing.
Para ulama fiqih membagi haji menjadi tiga macam. Yaitu: haji
ifrad haji tamattu’ dan haji qiran [3].
Orang melaksanakan salah satu dari dua macam haji yang terakhir dikenakan dam,
yaitu menyembelih seekor kambing. Akan tetapi jika ia tidak mampu maka boleh
diganti dengan puasa sepuluh hari. Masing masing tiga hari pada masa ihram dan
tujuh hari lagi setelah pulang ketempat tinggalnya. Puasa yang tiga hari itu
mesti dilakukan sebelum hari nahar, (hari sepuluh Dzulhijjah) dan lebih afdol
dikerjakan sebelum hari Arafah (sembilan Dzulhijjah) dengan demikian seseorang
harus ihram sebelum hari ketuju dan lebih afdol sebelum hari keenam, agar dia
dapat berpuasa pada hari ke 7,8 dan,9 atau hari ke-6,7,dan ke-8.
Dalam hadis Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ
قَالَ أَتَيْتُهُ يَعْنِى النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ « ادْنُ » .
فَدَنَوْتُ فَقَالَ « أَيُؤْذِيكَ هَوَامُّكَ » . قُلْتُ نَعَمْ . قَالَ « فِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ » .
وَأَخْبَرَنِى ابْنُ عَوْنٍ عَنْ أَيُّوبَ قَالَ صِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ،
وَالنُّسُكُ شَاةٌ ، وَالْمَسَاكِينُ سِتَّةٌ (رواه البخارى ومسلم)
Dari Ka'ab
bin Ujrah RA, ia berkata “Aku pernah mendatangi Nabi Saw, kemudian beliau
berkata: “Mendekatlah”, lalu aku mendekat. Kemudian beliau
berkata:"Tampaknya rasa pusing di kepalamu itu membuatmu sakit?" Aku
menjawab:"Betul, ya Rasulullah!" Rasulullah SAW pun bersabda,
"(Cukurlah rambutmu itu), lalu fidyah dengan berpuasa,
bersedekah atau berkurban." Ibn ‘Aun dari Ayyub berkata,
yakni berpuasa tiga hari atau berkorban seekor kambing atau memberi makan
enam orang miskin”. (HR.al-Bukhari dan Muslim)
(ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ)
Artinya:
Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi
orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidilharam
(orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. (Al-Baqarah)
Dalam ayat ini para ulama berbeda pendapatdalam
menafsirkan pengalan ayat ini. Sebagian merekah mengatakan fiqyah haji tamattu’
itu hanya di wajibkan bagi orang-orang yang bukan penduduk kota mekkah. Akan
tetapi, penduduk kota mekah yang mengerjakan haji tamattu’ tidak dikenakan
fidyah. Dan sebagian lain berpendapat, haji tamattu’ hanya boleh dikejakan oleh
orang-orang yang bukan penduduk kota mekkah. Orang yang tinggal di kota mekkah
tidak boleh mengerjakan haji tamattu’. Hal ini secara lebih luas akan dibahas
kemudian. Selain dari perbedaan pendapat ini para ulama juga tidak sependapat
dalam melakukan kategori hadhiri al-masjidi al-haram.menurut Asy-Syafi’i
merekaitu bertempat tinggal tidak jauh dari Masjidil Haram dengan jarak
yang idak di bolehkan qashar shalat, menurut Imam Malik, merekah adalah
penduduk kota mekkah[4].
Selain menjelaskan tetang bulan pelaksanaan haji ayat
ini juga mendeskripsikan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan selama ihram,
yaitu sebagai berikut:
1) Jima’ (hubungan suami istri) dan segala
hal sesuatu yang berkaitan denganya, seperti mencium dan menyentuh tangan
syahwat srta pembiacaraan yang dapat meninmbulkan hawa nafsu birahi)
2) Berbuat fasik atau melakukan
perbuatan maksiat.
3) Berbantah-bantahan atau
bermusuhan.
Larangan melakukan hal-hal di atas juga ditegaskan Nabi
Muhammad SAW dalam sabda sebagai berikut:
(مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْ فُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّ
مِنْ ذَنْبِهِ)
Artinya :
Barang siapa yang mengerjakan ibadah haji, kemudian dia
tidak berbuat rafats dan fasik maka di ampuni dosanya yang telah lalu.
Selain larangan di atas, terdapat pula hal lain nya
yang tidak boleh dilakukan selama ihram, yaitu memakai pakaian yang berjahit
dan menutup kepala khusus bagi laki-laki. Dilarang juga memotong kuku, memotong
rambut, berwangi-wangian, dan membunuh binatang buruan darat, baik bagi
laki-laki maupun bagi perempuan[5].
Jika seseorang
yang sedang ihram melangar sala satu di antara larangan di atas, selain
jima dam membunuh binatang buruan maka dia harus membayar dem, satu di antara
tiga hal berikut:
1)
Mengurbankan seekor kambing.
2)
Berpuasa tiga hari.
3)
Memberi makan enam orang miskin.
Orang yang membunuh binatang buruan pada waktu ihram
wajib membayar satu di antara dam berikut:
1)
Mengurbankan seeokr binatang ternak yang sepadan
dengan binatang yang di bunuh.
2)
Memberi makan orang miskin seharga binatang
yang di bumuh.
3)
Berpuasa sejumlah mud makanan dari harga
binatang tersebut.
Apabila seorang laki-laki mempergauli istrinya pada
waktu ihram maka hajinya itu batal dan diwajibkan kepadanya membayar kifarat,
satu di antara lima hal berikut ini secara tertib:
1)
Mengurbankan seekor unta.
2)
Mengurbankan seekor sapi.
3)
Mengurbankan tujuh ekor kambing.
4)
Bersedekah makanan kepada kafir miskin
seharga satu ekor unta.
5)
Berpuasa sejumlah mud makanan dari harga unta
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Orang
melaksanakan salah satu dari dua macam haji yang terakhir dikenakan dam, yaitu
menyembelih seekor kambing. Akan tetapi jika ia tidak mampu maka boleh diganti
dengan puasa sepuluh hari. Masing masing tiga hari pada masa ihram dan tujuh
hari lagi setelah pulang ketempat tinggalnya. Puasa yang tiga hari itu mesti
dilakukan sebelum hari nahar, (hari sepuluh Dzulhijjah) dan lebih afdol
dikerjakan sebelum hari Arafah (sembilan Dzulhijjah) dengan demikian seseorang
harus ihram sebelum hari ketuju dan lebih afdol sebelum hari keenam, agar dia
dapat berpuasa pada hari ke 7,8 dan,9 atau hari ke-6,7,dan ke-8.
DAFTAR PUSTAKA
·
Mujab
mahali, (Asbabul nuzul setudi pendidikan), jakatra , rajawali pres, th
·
Ahmad
mustafa Al-Maragi, (Tafsir Al-Maragi), Semarang, Pt. KARYA Toha Putra
Semarang,1993.hal. 165
·
Kadar
M yusuf, (Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, Tafsir Tematik Ayat-Ayat Ahkam), Jakarta,
AMZAH, 2011.hal. 127
·
Teungku
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, (Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur) Semarang, PT.
Pustaka Rizki Putra, 2000.hal.
[1] Mujab mahali, (Asbabul
nuzul setudi pendidikan), jakatra , rajawali pres, th
[2] Ahmad mustafa
Al-Maragi, (Tafsir Al-Maragi), Semarang, Pt. KARYA Toha Putra
Semarang,1993.hal. 165
[3]Kadar M yusuf,
(Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, Tafsir Tematik Ayat-Ayat Ahkam), Jakarta, AMZAH,
2011.hal. 127
[4] Kadar M yusuf,
(tafsir ayat-ayat ahkam, tafsir tematik ayat-ayat ahkam), jakarta, AMZAH,
2011.hal. 128
[5] Teungku
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, (Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur) Semarang, PT.
Pustaka Rizki Putra, 2000.hal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar