PEMBAHASAN
A.
Kelahiran Dinasti Abbasiyah dan Masa Keemasannya
Sebelum
Dinasti Abbasiyah memerintah kekhilafahan Islam, khilafah Islam dipimpin oleh Dinasti
Umayyah.[1]
Awal kemunduran Dinasti Umayyah disebabkan oleh beberapa masalah yaitu sebagai
berikut:
1. Figur khalifah lemah;
2. Hak istimewa
bangsa Arab suriah;
3. Pemerintahan
yang tidak demokrasi dan korup.
Semua keadaan di atas
menjadi permasalahan yang sulit dipecahkan oleh pemerintahan Dinasti Umayyah.
Sekitar awal abad ke-8 (720 M ),
kebencian terhadap pemerintahan Dinasti Umayyah telah tersebar luas. Kelompok-kelompok yang merasa tidak puas bermunculan.
Kelompok-kelompok itu adalah
1. Kelompok muslim non- Arab (mawali) yang memprotes
kedudukan mereka sebagai warga kelas dua di bawah muslim Arab;
2. Kelompok khawarij dan syiah yang menganggap Dinasti
Umayyah sebagai perampas Khalifah;
3. Kelompok muslim Arab di Mekah, Madinah, dan Ira q
yang merasa sakit hati atas status istimewa penduduk Suriah;
4. Kelompok muslim yang saleh, baik Arab maupun non-Arab
yang memandang keluarga Dinasti Umayyah telah bergaya hidup mewah dan jauh dari
jalan hidup Islammi.
Kelompok-kelompok tersebut membentuk suatu kekuatan gabungan yang dikoordinasi oleh
keturunan al-Abbas, paman Nabi
M uh a m m a d
saw. Untuk mencari dukungan masyarakat luas, kelompok Dinasti Abbasiyah
melakukan propaganda yang mereka sebut
sebagai usa ha
dakwah. Gerakan dakwah
dimulai ketika Umar bin Abdul Aziz berkuasa (717-720 M ). Umar bin Abdul Aziz
adalah pemimpin yang adil. Ketentraman dan kestabilan Negara memberi kesempatan
kepada Dinasti Abbasiyah untuk menyusun dan merencanakan kegiatanya di
al-Humaymah.[2]
Gerakan dakwah tersebut, pada waktu itu dipimpin oleh
Ali bin Abdullah bin Abbas. Dia kemudian digantikan oleh anaknya, Muhammad. Ia
memperluas gerakan Dinasti Abbasiyah dan menetapkan tiga Kota sebagai pusat gerakan.
Ketiga Kota tersebut adalah al-Humaymah sebagai pusat perencanaan dan
organisasi, Kufah sebagai Kota penghubung, dan Khurasan sebagai pusat gerakan
praktis. Muhammad meninggal pada tahun 743 M dan digantikan oleh anaknya Ibrahim
al-Imam. Ia kemudian menunjuk seorang pemuda Khurasan sebagai panglima
perangnya, yaitu Abu Muslim al-Khurasani.
Abu Muslim al-Khurasani adalah seorang pemuda yang
menampakkan bakat kepemimpinan dan keberanian yang luar biasa. Padahal, pada
waktu ditunjuk sebagai panglima perang oleh Ibrahim al-Imam, Abu Muslim
al-Khurasani masih berusia 19 tahun. Ia mencapai sukses besar di Khurasan. Ia
berhasil menarik simpati sebagian besar penduduk. Pernah dalam sehari, ia
berhasil mengumpulkan penduduk dari sekitar 60 desa di sekitar Merv. Banyak
tuan tanah di Persia (dihkan) yang mengikutinya. Ia berkampanye untuk
memunculkan rasa kebersamaan di antara golongan Alawiyyin (Bani Ali), golongan
Syiah, dan orang-orang Persia untuk menentang Dinasti Umayyah yang telah
menindas mereka. Abu Muslim al-Khurasani juga mengajak mereka untuk bekerja
sama dengan gerakan Dinasti Abbasiyah untuk mengembalikan kekhalifahan kepada
Dinasti Hasyim, baik keturunan Abbas bin Abdul Muthalib maupun keturunan Ali
bin Abi thalib.
Sebelum Abu Muslim
al-Khurasani diangkat sebagai panglima perang, gerakan dakwah Dinasti Abbasiyah
dilakukan secara diam-diam. Para dai dikirim keberbagai penjuru wilayah Islam
dengan cara menyamar sebagai pedagang atau jamaah haji. Hal itu dilakukan
karena belum berani melawan Dinasti Umayyah secara terang-terangan. Setelah Abu
Muslim al-Khurasani diangkat sebagai panglima perang, Ibrahim al-Imam mendorong
Abu Muslim al-Khurasani untuk merebut Khurasan dan menyingkirkan orang-orang
Arab yang mendukung Dinasti Umayyah pada tahun 747 M . Rencana ini diketahui
oleh penguasa Dinasti Umayyah. Maka Ibrahim al-Imam ditangkap dan dihikum mati
oleh khalifah Marwan II. Kepemimpinan dakwah Dinasti Abassiyah kemudian
dipegang oleh saudaranya, Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas
bin Abdul Muthalib, yang dikenal sebagai Abu as-Saffah. Ia tetap memberi
kepercayaan kepada Abu Muslim al-Khurasani untuk menjadi panglima perangnya,
dan memimpin perlawanan di Khurasan. Sementara itu, Abu Ja’far al-Mansur, Isa
bin Musa bin Muhammad, dan Abdullah bin Ali memimpin gerakan di Kufah,
Damaskus, Palestina, Yordania, dan daerah bagian barat wilayah Dinasti Umayyah.
Abu Muslim al-Khurasani
segera memulai gerakan. Dengan pandai,
ia memanfaatkan pertentangan antara suku Arab Qaisy dan suku Arab Yamani yang sudah
berlangsung sejak zaman Khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Pada masa itu,
orang-orang Yaman mendapat dukungan yang baik di Khurasan. Hal itu disebabkan
Gubernur Khurasan saat itu dari suku Arab Yamani, yaitu As’ad Abdullah
al-Qasri. Sementara itu orang-orang suku Arab Qaisy disisihkan dari
pemerintahan sehingga mereka tidak menyukai orang-orang Yaman. Sebaliknya,
ketika Gubernur Khurasan dijabat oleh orang-orang Arab Qaisy, orang-orang Yaman
disingkirkan.
Pada waktu Abu Muslim
al-Khurasani memulai gerakanya, Gubernur Khurasan dijabat oleh Nasr bin Sayyar
yang berasal dari suku Arab Qaisy. Abu Muslim al-Khurasani kenudian mendekati
al-Kirmani, pemimpin Yamani di Khurasan. Dengan siasat adu domba, Gubernur Nasr
bin Sayyar dapat digulingkan dan berhasil dikalahkan. Dengan bantuan orang
Yaman pula, Abu Muslim al-Khurasani berhasil menduduki Kota Merv dan Nisabur.
Sementara itu, tentara
Dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh Kahbata, seorang jenderal Abu Muslim
al-Khurasani, maju kesebelah barat. Ia didampingi oleh Khalid bin Barmak,
pendiri wangsat Barmakid. Mereka menyeberangi Sungai Eufrat dan sampai ke medan
Karbala, tempat Husein bin Ali gugur dalam peperangan. Pertempuran dahsyatpun
saat itu berkobar. Gubernur Dinasti Umayah di Irak bernama Yazid berhasil dikalahkan.
Namun, Kahtaba gugur dalam pertempuran itu. Komando diambil alih oleh Hasan bin
Kahtaba. Tentara Dinasti Umayyah akhirnya berhasil menguasai Kufah.
Di bagian timur, tentara
Dinasti Abbasiyah terus bergerak maju. Pada tahun 749 M , putra khalifah Marwan
II dikalahkan Abu Ayun, seorang panglima perang Dinasti Abbasiyah. Khalifah
Marwan II akhirnya memimpin langsung usaha terakhir untuk mempertahankan
Dinastinya. Ia mengerahkan 120000 tentaranya dari menyeberangi Sungai Trigis
serta menuju Zab Hulu atau Zab Besar. Tentara Dinasti Abbasiyah dipimpin oleh
Ali. Tentara Dinasti Umayyah berhasil dikalahkan. Marwan II melarikan diri dan
Damaskus pun jatuh ke tangan Bani Abbasiyah. Marwan II diburu dari satu tempat ke tempat lain. Ia
ditemukan di Mesir dan dibunuh di sana.
Abu Abbas as-Saffah kemudian dibaiat sebagai khalifah di
Masjid Kufah pada tahun 130 H/750 M . Menurut para ahli sejarah, perpindahan kekhalifahan
dari Dinasti Umayyah kepada Dinasti Abbasiyah lebih sekedar pergantian Dinasti.
Kejadian itu merupakan Revolusi dalam sejarah Islam, yaitu suatu titik balik
yang sama pentingya dengan Revolusi Prancis dan Revolusi Rusia dalam sejarah
barat.
Kekuasaan
Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang. Berdirinya pemerintahan ini dianggaap sebagai kemenangan
pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Ali ( Alawiyun). Setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan
bahwa yang berhak berkuasa adalah keturunan Rasulullah saw.
Selama
Dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda,
sebagai berikut[3]:
1.
Masa
Abbbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya daulah Abbasiyah tahun 132 H (750 M ) sampai meninggalnya
Khalifah Al-Watsiq 232 H (847
M );
2.
Masa
Abbbasiyah II, yaitu mulai Khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H (847 M ) sampai berdirinya
daulah Buwaihiyah di Bagdad tahun 334 H (946 M );
3.
Masa
Abbbasiyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun 334 H (964 M ) sampai masuknya kaum
Seljuk ke Bagdad tahun 447 H (1055
M );
4.
Masa
Abbbasiyah IV, yaitu masuknya orang-orang Seljuk ke Bagdad tahun 447 H (1055 M ) sampai jatuhnya
Bagdad ke tangan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M ).
Masa Dinasti Abbasiyah,
terutama masa-masa pertama Al-Mansur, Ar-Rasyid, dan Al-Makmun adalah masa-masa
keemasan peradaban islam[4].
Para khalifah agung tersebut ingin agar negara mereka berdiri di atas fonndasi
kokoh ilmu agama dan ilmu dunia. Sebuah negara tidak akan maju tanpa ilmu
pengetahuan. Ilmu adalah asal amal saleh dan fondasi kehidupan yang baik. Untuk
hal inilah, kita bisa mendapatkan seorang khalifah seperti Al-Manhsur yang
sangat menaruh perhatian terhadap ilmu agama dan ilmu dunia sekaligus.[5]
Perhatian Al-Manshur
terhadap agama tidak bisa diragukan lagi. Dia adalah salah seorang tokohnya.
Dia pernah berkata kepada Imam Malik bin Anas, “Ketahuilah, bahwa dalam hal
ini, antara kita tidak ada yang tersisah. Dan ketahuilah, bahwasanya aku sibuk
oleh urusan negara. Oleh karena itu, aku ingin engkau menulis kitab. Untuk
kemudian kitab tersebut disebarkan secara merata kepada masyarakat.” Lalu ,
mata berkata, “Ajarkanlah kepadaku menulis buku.”
B.
Peradaban dan Pemikiran yang Berkembang Pada Masa
Dinasti Abbasiyah
Pemikiran yang berkembang
pada masa dynasti Abbasiyah, pada awalnya adalah Syiah. Mereka beranggapan yang berhak
meneruskan kepemimpinan Islam Rasulullah saw adalah kerabat-kerabat Nabi M uh a m m a d
saw.
Artinya: Dan orang-orang yang beriman sesudah itu
kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu Termasuk
golonganmu (juga). orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya
lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat)[626] di dalam
kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
[626]
Maksudnya: yang Jadi dasar waris mewarisi dalam Islam ialah hubungan kerabat,
bukan hubungan persaudaraan keagamaan sebagaimana yang terjadi antara muhajirin
dan anshar pada permulaan Islam.
Dan
menganggap bahwa pembaiatan Ali sebagai khlaifah yang boleh diangkat
dengan landasan bahwa Abbas bin Abdul Muthalib pernah berkata: “Kemarilah, Aku
akan membai’atmu sebagai khalifah dan
tidak seorang pun berseberangan denganmu. Landasan yang lain adalah pernyataan
Dawud bin Ali (paman Abu Abbas as-Saffah pada saat pembaiatan as-Saffah: “Wahai
para penduduk Kufah, tidak lah terdapat seorang pemimpin yang berhak kalian
taati setelah Rasulullah saw, kecuali Ali bin Abi Thalib dan yang berdiri
ditengah-tengah kalian hari ini yaitu as-Saffah.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui
bahwa terdapat dua kelompok yang menghendaki terjadinya perubahan system
pemerintahan dengan mengembalikan hak kepemimpinan kepada mereka yang lebih
berhak secara wasiat, adalah kelompok syi’ah dan Bani Abbasiyah. Selian itu
dapat pula di temukan bahwa beridirinya daulah atau Dinasti Abbasiyah berkat
kegigihan kedua kelompok tersebut dalam mengumpulkan seluruh kelompok untuk
melakukan revolusi besar-besaran terhadap pemerintahan Dinasti Umawiyyah yang
diawali dari Khurasan dan Irak hingga ke Kufah yang pada akhirnya keluarga Bani
Umayyah lari ke Magrib kemudian ke Andalusia dan kemudian mendirikan kembali Dinasti
Umayyah disana untuk menandingi Dinasti Abbasiyah di Kufah.
Di masa dinasti Abbasiyah juga terdapat,
pemikiran yang semakin kritis terhadap ilmu-ilmu pengetahuan. Hal itu
ditunjukan oleh pembangunan sebuah perpustakaan yang diberi nama Baitul Hikmah,
di dalamnya orang dapat membaca, menulis, dan berdiskusi.
Lalu di masa dinasti Abbasiyah pula
empat mazhab fiqih[6]
tumbuh dan berkembang. Imam Abu Hanifah (meninggal di Baghdad tahun 150 H/776
M) adalah pendiri Mazhab Hanafi. Imam Maliki bin Anas banyak menulis hadist dan
pendiri Mazhab Maliki (wafat di Madinah Tahun 179 H/795 M). Muhammad bin Idris
Ash-Syafi’I (wafat di Mesir tahun 204 H/819 M) adalah pendiri Mazhab Syafi’i.
Ahad bin Hambal (wafat tahun 241 H/855 M).
Selain tentang Mazhab-mazhab fiqih masih ada lagi ilmu-ilmu yang
berkembang di masa dinasti Umayyah:
1. Ilmu H adi s t
a. Imam Bu k h a r i
(194-256 H), karyanya Shahih
Al-Bukhari ;
b. Imam musl i m (wafat 261 H), karyanya Shahih Muslim;
c. Ibnu M ajah ,
(wafat 824-887 H), karyanya Sunah
Ibnu Majah ;
d. Abu D awu d , karyanya sunah Abu Dawud ..
2. Ilmu K a l a m
a. Imam Abu l H asa n
A l -Asy ’a r i
dan Imam Abu
M uh a m m a d ,
tokoh Asy’a r i y a h ;
b. Wash il bin Atha, Abul huzail Al - Al laf
3. Ilmu A st r o n o m i
A. Abu Mansur Al- Falaki (wafat 272 H), karyanya yang terkenal
adalah Isbat Al -Ulum dan Hayat Al -Falak;
B. Jabir Al - Batani
(wafat 319 H), karyanya yang paling terkenal adalah penciptaan teropong bintang
pertama dan kitab Ma’r i f a t
Mathiil Buruj Baina A rbai
A l-Falak;
C. Raihan Al-Bairuni (wafat 440 H), keryanya
adalah At-Tafhim Awal As-Sina A t-Tanjim
Dengan berkembangnya ilmu di
atas sudah sewajarnya kita berpendapat pasti system pemerintahan dan hokum saat
itu sangatlah baik. Seperti contoh Khalifah H ar u n
A r- Rasyid
adalah khalifah yang kuat tegas, adil, dan cinta dengan ilmu. Maka sangat wajar
jika di masa khalifah tersebut ilmu bisa berkembang dengan pesat.
C.
Warisan-warisan Dari
Dinasti Abbasiyah
dan Penyebab
Runtuhnya
Pemerintahan Dinasti
Abbasiyah
Warisan-warisan
dari Dinasti Abbasiyah untuk dunia cukup banyak seperti sebagai berikut:
1.
Kota
Baghdad dan istanah-istanahnya yang megah;
2.
Terkembangnya
ilmu-ilmu yang semakin maju hingga sekarang;
3.
Masjid-masjid
yang dibangun atas perintah khalifa-khalifah dinasti Abbasiyah;
4.
Dan
buku-buku karya ilmuan pada masa dinasti Abbasiyah yang menjadi refrensi ilmuan
jaman sekarang.
Penyebab runtuhnya dina s ti Abbasiyah[7]:
1.
Perasaingan antar bangsa;
2.
Kemrosotan ekonomi;
3.
Konflik keagamaan;
4.
Perang salib;
5.
Serangan bangsa mongol.
SIMPULAN
Dari penjealasan
di atas bisa penulis simpulkan bahwa:
1.
Dinasti Abbasiyah memerintah kekhilafahan Islam dikarenakan dinasti
Umayyah sudah lemah pemerintahanya ;
2.
Dua kelompok yang menghendaki terjadinya perubahan
system pemerintahan dengan mengembalikan hak kepemimpinan kepada mereka yang
lebih berhak secara wasiat, adalah kelompok syi’ah dan Bani Abbasiyah;
3. Pemikiran yang berkembang pada masa dynasti Abbasiyah, pada awalnya
adalah Syiah. Mereka
beranggapan yang berhak meneruskan kepemimpinan Islam Rasulullah saw adalah
kerabat-kerabat Nabi Muhammad saw ;
4. Warisan dinasti Abbasiyah adalah kota Baghdad,
bangunan-bangunan yang ada di sekitarnya, terkembangnya ilmu-ilmu hingga
sekarang, dan buku-buku yang dijadikan refrensi para ilmuan barat maupun
timur;
5.
Pentebab runtuhnya dinasti Abbasiyah adalah pertentangan
antar bangsa, ekonomi lemah, perang salib dan serangan tentara mongol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar