Dalam
masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari
kriteria calon calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala
resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya.
Begitu
pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang
meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang
sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Melalui makalah yang singkat ini
insyaallah kami akan membahas perkawinan menurut hukum islam.
Perkahwinan
atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur. Menurut istilah syarak
pula ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan
perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut
peraturan yang ditentukan oleh Islam.
Perkawinan
adalah Fitrah Kemanusiaan
Agama
Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta’ala cocok dengan fitrah
ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke
agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga
manusia berjalan di atas fithrahnya. Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka
dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah
insaniyah (naluri kemanusiaan).
A. Islam
Menganjurkan Nikah
Islam
telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah
sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat
asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam
terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan
sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah
bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya
: Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi” .
B. Islam
Tidak Menyukai Membujang
Anas
bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan
larangan yang keras”. Dan beliau bersabda :
“Artinya
: Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga
dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat.”
Pernah
suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan,
masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata:
Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata:
Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika hal
itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya
bersabda :
“Artinya
: Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah,
sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi
aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga
mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia
tidak termasuk golonganku” .
Kedudukan
Perkawinan dalam Islam
•
Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga bias menjerumuskannya
ke lembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu.disini
mampu bermaksud ia mampu membayar mahar(mas berkahminan/dower) dan mampu nafkah
kepada calon isterinya.
•
Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.
•
Harus kepada orang yang tidak ada padanya larangan untuk berkahwin dan ini
merupakan hukum asal perkawinan
•
Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir
tetapi sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri.
• Haram
kepada orang yang tidak berkempuan untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia
sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan menikah serta akan
menganiaya isteri jika dia menikah.
Tujuan
Perkawinan dalam Islam
1.
Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Perkawinan
adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu
dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat
kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul
kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang
dan diharamkan oleh Islam.
2.
Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran
utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah
menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang
perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara
pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya
: Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah,
maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih
membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah
ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.
3.
Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam
Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika
suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana
firman Allah dalam ayat berikut :
“Artinya
: Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu
mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka
tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
dhalim.”
Yakni
keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk
(kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah.
Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya
: Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka
perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi
keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika
keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum
Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “ .
Jadi
tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at
Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan
syari’at Islam adalah wajib.
4. Untuk
Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut
konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik
kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu
lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal
shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah
(sedekah).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya
: Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !.
Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai
Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan
mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana
menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya,
bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda
lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang
halal), mereka akan memperoleh pahala .
5.
Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan
perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam,
Allah berfirman :
“Artinya
: Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan
menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang
bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”.
Dan
yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak,
tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari
anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak
akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar..